Antara Kebutuhan Manusia Akan simbol-simbol Spiritual dan Problematiknya

Kembali saya ketengahkan satu coret-coretan sederhana mengenai realitas manusia dan kehidupannya yang plural dan dinamis. Sedari kita kecil ...



Kembali saya ketengahkan satu coret-coretan sederhana mengenai realitas manusia dan kehidupannya yang plural dan dinamis. Sedari kita kecil kita sudah dikonstruk dengan berbagai hal seperti agama, budaya, latarbelakang pandangan politik orang tua kita, konsumsi literatur tentang ekonomi, sosial dan sebagainya.

Akumulasi dari timbunan informasi yang selama ini mengendap di dalam diri kita inilah yang kemudian memadat menjadi kacamata paradigmatis. Satu alat analisis tak tampak yang fungsinya mencerna berbagai pengalaman, pandangan, dan imajinasi kita setiap harinya. Kondisi kacamata paradigmatis inipun berbeda antar satu individu dengan individu lainnya, tergantung informasi macam apa yang membentuk diri kita sedari belia.

Tetapi ada satu kesamaan dari hampir semua cara pandang atau metode analisis manusia, yakni pandangan tentang simbol. Informasi yang bentuknya juga adalah simbol, memaksa kita untuk berpikir simbolik tanpa kita sadari. William Dillistone mengatakan bahwa, “Simbol adalah gambaran dari suatu objek nyata atau khayal yang menggugah perasaan atau digugah oleh perasaan. Perasaan-perasaan berhubungan dengan objek satu sama lain dan dengan subjek”.

Jadi menurut Dillistone simbol hanyalah gambaran, pancaran, manifestasi atau penandaan dari manifestasi, dan simbol bukanlah sesuatu itu sendiri. Inilah salah satu faktor penyebab konflik peradaban dan ini juga merupakan salah satu faktor dari perkembangan peradaban manusia, sifat simbolik yang paradox inilah yang coba penulis dedah, simbolisme seperti apa saja yang dapat menopang kehidupan manusia, dan simbolisme jahat macam apa yang dapat membuat keberlangsungan kehidupan menjadi terpuruk.

Kehidupan yang dibangun tanpa simbol akan tidak menarik sama sekali, bukankah gedung-gedung, teknologi transportasi, dan berbagai produk hasil budaya manusia adalah sedimentasi dari simbol yang diimajinasikan oleh manusia? Berarti simbolisme yang menambah daya tonjok konstruktif dari kemajuan kehidupan manusia adalah simbolisme yang diletakkan pada satu fakultas dari akal manusia bernama imajinasi.

Namun bukankah simbolisme juga yang menyebabkan manusia berperang satu sama lain, seperti perebutan kekuasaan (simbolisme keagungan politik), penimbunan kapital atau kekayaan secara berlebih (simbolisme kemapanan), pertumpahan darah karena hanya soal wanita (simbolisme estetis emosional), dan peristiwa saling bunuh membunuh antar manusia karena faktor ras, suku, dan agama. 
Jadi simbolisme jahat macam apa yang harus kita buang jauh-jauh? Jawabannya adalah simbolisme yang diletakkan pada satu wilayah pada akal manusia yang bernama emosi.

Manusia dihargai karena simbol, entah karena pakaiannya, kendaraannya, ponsel pribadinya yang harganya jutaan rupiah dan lain sebagainya. Manusia juga “dienyek”karena simbol-simbol yang produksinya, entah karena tampilannya yang kurang elegan, cara bicaranya yang plintat-plintut dll.

Begitupun dalam beragama dan berbudaya, seseorang yang mengagungkan simbol-simbol agama tertentu akan mudah memberikan stigma negatif pada orang yang berbeda simbol darinya, meskipun mereka beragama atau berbudaya yang sama.

Seorang fundamentalis budda akan menganggap orang yang tidak berkepala plontos dan tidak menapaki jalan spiritual menuju nirvana akan mengalami penderitaan hidup dan kehinaan. Seorang muslim simbolis akan menganggap kerabatnya yang tidak mengenakan celana diatas mata kaki atau tidak berjenggot akan celaka karena tidak mengikuti sunah nabi.

Seorang katolik yang tidak memakai kalung salib kemana-mana sebagai simbolisme penghormatan terhadap kristus maka dianggap sebagai umat kristiani yang kurang baik, dan masih banyak contoh-contoh lain akibat menempatkan pandangan simbolismenya dibawah emosi.

Akibatnya adalah perasaan paling benar sendiri, perasaan paling sholeh sendiri, perasaan paling dicintai Tuhan dan kesombongan-kesombongan terselubung lainnya. Lalu apakah kita selaku umat beragama kita boleh mengenakan sesuatu yang sifatnya simbolis?

Jawabannya adalah sangat boleh, tetapi jangan pernah berpikir bahwa simbol adalah segalanya! Katakan saja aku mengenakan pakaian seperti ini karena mengikuti apa yang Tuhanku atau nabiku ajarkan, titik. Tapi jangan pernah menganggap orang yang tidak sama dengan kita adalah orang-orang yang salah atau tersesat dalam menempuh jalan kehidupan.

Pemberian contoh lebih banyak dalam hal kehidupan beragama oleh penulis karena manusia banyak salah kaprah dalam mengeksekusi agamanya. Ibrahim sendiri tidak pernah menamai Tuhan-Nya dengan nama apapun. Tidak ada pelabelan simbol nama pada saat ibrahim menyiarkan agama tauhid atau ke-esaannya. Berbeda dengan nabi-nabi yang lain.

Tuhan sendiri sebenarnya tidak bernama, karena memiliki nama berarti menyamakan derajatnya dengan mahluk yang salah satu sifatnya adalah menyukai simbol-simbol. Nama adalah produk dari variabel huruf dan bahasa yang dibuat manusia, dan Tuhan pasti melampaui semuanya.

Tetapi Tuhan menciptakan simbol nama agar manusia mudah mengenal-Nya. Tuhan tahu kapasitas otak manusia rata-rata yang tidak bisa berpikir sejenius Ibrahim, maka dari itu Tuhan menciptakan nama-nama. Tapi bukan berarti Tuhan adalah nama itu sendiri, Tuhan ya Tuhan tidak boleh kita penjarakan Tuhan dalam aksara atau diksi apapun.

Suatu ketika dalam sebuah kajian intelektual, penulis pernah diajari bahwa manusia memiliki tiga kasta. Pertama adalah kasta manusia biologis, yakni manusia-manusia yang tidak bisa lepas dan dikendalikan oleh kenikmatan-kenikmatan simbol dunia, seperti seks, makan, tidur, dll.

Kedua adalah kasta manusia fenomena, yakni manusia yang mengagungkan simbol-simbol derajat, seperti jabatan, pengagungan, pengakuan banyak orang atas prestasi, kekayaan, kesholehan, dll. Lalu yang terakhir adalah kasta manusia yang nomena, yakni segelintir manusia yang sudah mampu melampaui simbol-simbol, tidak lagi terjerembab dalam penjara simbolistis emosional.

Maka mari kita akhiri problematika simbol yang abadi dalam kehidupan manusia, kalau kita belum mampu menjadi diri yang nomena, maka minimal kita jangan tunggangi pandangan kita terhadap simbol dengan omosi, cukup dengan imajinasi. Boleh bersimbol ria dalam penampilan fisik, tetapi jangan pernah menuhankan simbol secara pemikiran, karena itu hanya menjerumuskan kita menjadi pribadi-pribadi yang despotik secara psikologis. Selamat membangun peradaban!
Name

artikel,23,berita,45,budaya,12,Cermin,1,dharma,1,fiksi-file,7,filsafat,6,ghaib,2,ilmu,1,inspiratif,11,internasional,11,iptek,5,islami,31,kaweruh,6,kejawen,5,kesehatan,7,kisah,6,militer,9,mistik,6,nasional,1,nusantara,2,olahraga,1,opini,1,politik,3,psikologi,1,sejarah,21,selebriti,3,seni,3,spiritual,31,supernatural,2,tasawuf,4,Tausiah,6,tips,8,Unik,5,wanita,4,
ltr
item
SWARA NUSANTARA: Antara Kebutuhan Manusia Akan simbol-simbol Spiritual dan Problematiknya
Antara Kebutuhan Manusia Akan simbol-simbol Spiritual dan Problematiknya
https://www.qureta.com/uploads/post/aliran20dan20identitas.jpg
SWARA NUSANTARA
http://suwarnews.blogspot.com/2017/10/antara-kebutuhan-manusia-akan-simbol.html
http://suwarnews.blogspot.com/
http://suwarnews.blogspot.com/
http://suwarnews.blogspot.com/2017/10/antara-kebutuhan-manusia-akan-simbol.html
true
3038772048707643647
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts LIHAT SEMUA Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy