Penasaran dengan teka-teki yang diberikan oleh burung Kuntul pada postingan saya terdahulu tentang Mengenal Diri…Mengenal Tuhan “ carilah j...
Penasaran dengan teka-teki yang diberikan oleh burung Kuntul pada postingan saya terdahulu tentang Mengenal Diri…Mengenal Tuhan “ carilah jejak kakiku, ketika aku terbang “ membuat saya termotifasi untuk melakukan perjalanan melanglang buana menyelami samudera BATINKU yang paling dalam. Sedalam laut Bandakah…?? he..he..Dalam khasanah Jawa, terminologi AJARAN tentang HIDUP begitu banyak disampaikan oleh orang-orang bijak dalam bentuk tembang, serat-serat dan rata-rata membutuhkan penafsiran yang bukan bersandar pada AKAL dan PIKIRAN, melainkan dituntut adanya peran BATIN untuk menelanjangi dan memaknainya, ahhhg…masak sih…??. Bayangkan saja mana ada JEJAK kaki burung Kuntul ( Bangau ) ketika terbang…?? bisakah kita menemukan bekas jejaknya…?? Mari kita sama-sama saling merenungi sebuah pesan yang sangat syarat dengan HIKMAH dan MAKANA seperti yang disampaikan oleh Kali Jaga dalam bentuk metrum Dhandhang gulo seperti di bawah ini.
“ Ana pandhita akarya wangsit, kaya kombang anggayuh tawang, susuh angin ngendinggone, lawan galihing kangkung, watesane langit jaladri, tapakekuntul mabur lan gigiring panglu, kusumo anjrah ing tawang, isine wuluh wungwang “.
Ujar-ujar orang bijak ( pandhito ) diatas menyiratkan, bahwa sesuatu yang dicari itu adalah : susuh angin (sarang angin) dimana tempatnya, galih kangkung (galih kangkung), tapak kuntul nglayang (bekas burung terbang), gigir panglu (pinggir dari globe), wates langit (batas cakrawala), yang merupakan sesuatu yang “tidak tergambarkan” atau “tidak dapat disepertikan atau tak terdefinisikan” yang dalam bahasa Jawa ” Tan keno kinoyo ngopo” yang pengertiannya sama dengan “Acintya” dalam ajaran Hindu.
Dengan pengertian “acintya” atau “sesuatu yang tak tergambarkan” itu mereka ingin menyatakan bahwa hakekat Tuhan adalah sebuah “kekosongan”, atau “suwung”, Kekosongan adalah sesuatu yang ada tetapi tak tergambarkan. Semua yang dicari dalam kidung dhandhanggula di atas adalah “kekosongan” Susuh angin itu “kosong”,
ati banyu pun “kosong”, demikian pula “tapak kuntul nglayang” dan “batas cakrawala”.
ati banyu pun “kosong”, demikian pula “tapak kuntul nglayang” dan “batas cakrawala”.
Jadi, bagaimana jika kita sama-sama memaknainya bahwa hakekat Tuhan adalah “kekosongan abadi yang padat energi”, seperti areal hampa udara yang menyelimuti jagad raya, yang meliputi segalanya secara immanen sekaligus transenden, tak terbayangkan namun mempunyai energi luar biasa, hingga membuat semua benda di angkasa berjalan sesuai kodratnya dan Irodat-Nya tidak saling bertabrakan. Sang “kosong” atau “suwung” itu meliputi segalanya, “suwung iku anglimputi sakalir kang ana”. Ia seperti udara yang tanpa batas dan keberadaannya menyelimuti semua yang ada, baik di luar maupun di dalamnya.
Karena pada diri kita ada Atman ( sang Pribadi, Sukma Jati, Ingsun Sejati ), yang tak lain adalah cahaya atau pancaran energi Tuhan, maka hakekat Atman adalah juga “kekosongan yang padat energi itu”. Dengan demikian apabila dalam diri kita hanya ada Atman, tanpa ada muatan yang lain, misalnya nafsu ( ego ) dan keinginan, maka “energi Atman” itu akan berhubungan atau menyatu dengan sang “maha sumber energi”. Untuk itu yang diperlukan dalam usaha pencarian adalah mempelajari proses “penyatuan” antara Atman dengan Brahman itu. Logikanya, apabila hakekat Tuhan adalah “kekosongan” maka untuk menyatukan diri, maka diri kita pun harus “kosong”, Sebab hanya “yang kosonglah yang dapat menyatu dengan sang maha kosong”. Mungkin dalam gambaran orang ndeso yang memiliki pandangan “ CUPIT “ seperti saya ini, yang paling sederhana adalah jika dua kutub magnit didekatkan antara kutub positif dan negatif dipertemukan, maka akan terjadi daya “ TOLAK MENOLAK “. Tapi sebaliknya jika kutub positif dan positif dipertemukan, jelas akan terjadi daya “ TARIK MENARIK “. Hmmm…hmmm. kira-kira nyambung gak yah analog di atas..?? yah..anggap saja ini ilmu gothak, gathik, gathuk…lah mathuk apa nggak. He..he..
Sejenak dalam ketermenunganku terlintas sebuah ayat dalam Kitab yang berbunyi : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat ( sembahyang ), sedang kamu dalam keadaan mabuk,…. (QS. An-Nisa 43). Loh..loh Ndhul opo hubungane..??.
Begono yah rasa-rasanya ayat ini mengisyaratkan kepada saya pribadi bahwa, jangan MENYEMBAH ( Manunggal ) dengan Tuhan jika dalam keadaan MABUK. Apa yang bisa kita pahami tentang kata MABUK tersebut. Dalam pikiran dangkal seperti saya ini, MABUK bukan hanya karena seseorang kebanyakan ( klempoken ) minum ( nenggak ) MIRAS yang memabukkan, tetapi PENETRASINYA adalah kondisi seseorang dalam keadaan “ KEMRUNGSUNG ATINE “ hik…apa yah kira-kira ilustrasi yang pas dan tepat jika dibahasa Indonesiakan…??. Ahhhg…anggap saja Pikirane Ngelantur, KALUT ( stress ) gitulah. Nah, seseorang yang dalam kondisi MABUK ( kemrungsung, Kalut, Stress ) menandakan adanya MUATAN peran dominasi Nafsu ( ego ) sang Pribadi. Sebagai efek dominonya, tentu saja kita sudah tidak bisa lagi mengingat siapa diri kita. Lalu bisakah kita dalam kondisi, keadaan seperti ini MANUNGGAL dengan Sang Maha Tunggal…??. Maka jelas sudah jika dalam sebuah ayat yang lain dikatakan “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat ( sembahyang ) , yaitu orang-orang yang lalai dari salatnya ( sembahyangnya ),…( QS. Al- Maa’uun 4-5 ).
Lalu bagaimana caranya supaya kita tidak LALAI dalam shalat ( menyembah ) dan manunggal dengan sang Maha Tunggal…??
Caranya dengan berusaha “mengosongkan diri” atau “membersihkan diri” dengan “menghilangan muatan-muatan yang membebani Atman” yang berupa berbagai nafsu dan keinginan. Ahhg…Gundhul kok mbulet-mbulet seh, kongkretnya gimana…?? Begini deh…, Coba sekarang mari kita mulai dan kita buktikan saja bersama-sama. Tenanglah bersama diri sendiri. Nikmati saja, santai saja. Endapkan segala pikiran masa lalu atau masa depan. Entah itu masa lalu pun yang dimulai dari sekian detik sebelumnya atau yang sudah usang puluhan bahkan ratusan hari yang lalu. Begitu juga janganlah memaksakan untuk berfikir ke depan entah itu lima menit kemudian, apalagi sekian tahun ke depan. Lah..lah.. kok nggak ada apa – apa yah…?? KOSONG Ndhul…!! Santai saja poro sanak Kadangku, justru memang disitulah sesungguhnya letak rahasianya. ” Ketiadaan apa – apa…!! alias KOSONG…!! karena KEKOSONGAN ( kehampaan ) adalah merupakan sumber CIKAL BAKAL ( tunas ) dari terjadinya apa – apa ( tumbuh )”. Memang hal ini seperti biji tanaman. Dimakan langsung jelas rasa pahitnya dan tidak menyenangkan. Dipandang juga tidak kelihatan rupa dan warnanya. Satu – satunya jalan bagi kita adalah menanam dan merawat serta memupuknya hingga tumbuh besar dan menghasilkan buah yang bisa dirasakan oleh orang banyak. Demi Waktu ! Agar kelak mengetahui buah sesungguhnya. Buah yang tak tertandingi sifat yang Maha MEMBERI dan MEMBERI…!!. Yaitu nikmat dan pengajaran “ RASA MAKNAWI “ dalam sang Pribadi ( sukma jati, jiwa ) kita…!.
Dengan kata lain berusaha membangkitkan energi sang Pribadi agar tersambung dengan energi yang Maha Terpuji. Dengan uraian di atas maka cara yang biasanya ditempuh orang-orang SPIRITUAL adalah melaksanakan “yoga, samadi, Manekung, dzikir, meditasi”, yang intinya adalah menghentikan segala aktifitas pikiran beserta semua nafsu dan keinginan yang membebaninya sebagaimana telah dicontohkan oleh manusia-manusia PENCERAH seperti Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad dll. Sebab pikiran yang selalu bekerja tak akan pernah menjadikan diri “kosong”. Karena itu salah satu caranya adalah dengan “Amati Karya”, menghentikan segala aktifitas kerja akal pikiran. Apabila “kekosongan” merupakan hakekat Tuhan, apakah Padmasana, yang di bagian atasnya berbentuk “kursi kosong”, dan dianggap sebagai simbol singgasana “Sang Maha Kosong” itu adalah perwujudan dalam bentuk lain dari apa yang dicari orang Jawa lewat kidung-kidung, tembang, dhandhanggulo, macopat dan serat-serat itu?.
Ahhg…sang Kuntul telah memberikan pengajaran dan membukakan gelap dan kelamnya TABIR sang Pribadi yang selama ini bergolak.
Sebuah pesan singkat sang Kuntul itu kepadaku : Heih Ndhul… “ sing kuat olehmu gondhelan Teken Muhammad. Supoyo URIPMU ayem lan tentrem.
Sebab nengdi wae olehmu kowe ngemboro, sak piro dhuwure olehmu ngangsu kaweruh tulis lan sudhul langit olehmu MANTHENG ngasah batin, ujung-ujunge kowe mung bakal tinemu marang SEJATINE awakmu dhewe. Mulo mung loro cacahe pilihan, kowe bakal milih arep dadi CAHYO kang PINUJI opo dadi CAHYO kang MILANGKORI…!! Dhuh…opo meneh iki…??.