Temuan adanya sejumlah masjid di Jakarta yang digunakan untuk merekrut anggota kelompok militan Negara Islam atau ISIS membuktikan bahwa se...
Temuan adanya sejumlah masjid di Jakarta yang digunakan untuk merekrut anggota kelompok militan Negara Islam atau ISIS membuktikan bahwa sebagian masjid di Indonesia telah disusupi kelompok pendukung terorisme.
Hal itu diungkapkan guru besar sosiologi Islam di Universitas Islam Negeri (UIN), Prof Doktor Bambang Pranowo dan peneliti radikalisme Doktor Najib Azca dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
"Mereka melakukan infiltasi (menyusup) ke masjid yang pengurusnya lemah secara keagamaan, itu yang mudah disusupi," kata Bambang Pranowo kepada BBC Indonesia, Rabu (25/02) malam.
Walaupun jumlah masjid yang disusupi "tidak banyak," tetapi menurut Najib Azca, "ada kantong-kantong masjid yang menyimpan dukungan kepada kelompok teroris seperti ISIS."
Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh abc.net.au, Senin (22/02), menyebutkan, ada pertemuan tertutup yang digelar sekelompok orang pendukung ISIS di masjidAs-Syuhada di kawasan Jakarta pusat.
Dalam pertemuan tersebut, pemimpinnya mempropagandakan sistem kekhalifahan yang dipraktekkan oleh kelompok Negara Islam di Suriah dan Irak.
Mereka juga mengkampanyekan agar peserta pertemuan itu bergabung dengan Negara Islam di Suriah.
Liputan itu juga menyebutkan sedikitnya ada lima masjid di Jakarta yang digunakan untuk mengkampanyekan dukungan kepada ISIS, termasuk masjid Al Fataa di kawasan Menteng, Jakarta.
Polisi janji menyelidiki
Sementara itu, Polda Metro Jaya mengatakan mereka berjanji akan menindaklanjuti laporan adanya penyusupan kelompok pendukung ISIS ke sejumlah masjid di Jakarta.
"Benar atau tidaknya (laporan tersebut), kami akan identifikasi, kelompok mana yang melakukannya, lalu kita selidiki," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes M Iqbal, Rabu (25/02) malam, kepada BBC Indonesia.
Dia juga berjanji akan melakukan koordinasi dengan Badan nasional penanggulangan terorisme, BNPT, dan pasukan anti teror Mabes Polri, Densus 88.
Ditanya kenapa kepolisian tidak melakukan upaya hukum terhadap aksi dukungan terhadap ISIS, Iqbal mengatakan: "Belum ada konstruksi hukum bisa melakukan penindakan ketika ada ajakan saja."
Untuk mengatasi kenyataan ini, guru besar sosiologi Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Bambang Pranowo meminta pemerintah untuk segera merevisi UU anti-terorisme.
"UU anti-terorisme harus direvisi dan segera dieksusi, karena memang harus ada peraturan yang tegas dan dilaksanakan dengan tegas. Paling untuk (tindakan) hate speech (penyebar kebencian)," kata Bambang.
'Depag harus mengawasi'
Pimpinan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) ini juga meminta pemerintah meningkatkan upaya pengawasan terhadap aktivitas yang 'menyalahgunakan' masjid untuk kegiatan mendukung terorisme.
"Kalau ada seperti itu, harus ada yang melaporkan. Orangnya diawasi dan perlu diperingatkan. Kantor departemen agama harus mengawasi, tentu harus kerjasama dengan polisi," katanya.
Sementara, peneliti radikalisme dari UGM, Najib Azca meminta pemerintah perlu bersikap pro-aktif dalam menyelesaikan masalah penyusupan kelompok ISIS ke masjid-masjid.
"Pemerintah perlu menjemput bola ke titik-titik masjid atau gerakan keagamaan yang terindikasi pendukung atau simpatisan gerakan radikal teroris. Langsung saja masuk ke sana, mengajak dialog, serta membangun proses komunikasi, termasuk warga sekitarnya (masjid)," ujar Najib.
Tanggapan Masjid Al Fataa
Rabu (25/02) sore, BBC Indonesia mendatangi masjid Al Fataa, salah-satu masjid yang pernah digunakan oleh kelompok pendukung militan Negara Islam untuk melakukan perekrutan anggota.
Masjid ini terletak di belakang Kantor Gerakan Pemuda Islam Indonesia, GPII, di kawasan Menteng, Jakarta pusat.
Seseorang yang mengaku sebagai salah-seorang pengurus masjid Al Fataa, Fahirin, membenarkan bahwa masjid tersebut digunakan oleh kelompok pendukung Negara Islam untuk merekrut anggotanya pada tahun 2015 lalu.
"Awalnya kegiatan mereka di sebuah masjid di Bekasi, tapi aktivitasnya kemudian dipindah ke sini (masjid Al Fataa)," kata Fahirin kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan.
Menurutnya, kegiatan itu adalah semacam dukungan kepada pendirian Negara Islam, yang dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi, sebagai pengganti ISIS.
"Setelah deklarasi di Sukoharjo, ada deklarasi di masjid Al fataa. Ada sekitar 700 orang yang mendukung kekhalifahan al-baghdadi," jelasnya.
Mengapa warga menolak?
Namun demikian, lanjutnya, aktivitas kelompok tersebut di masjid Al fataa tidak berlanjut, karena "warga (di sekitar masjid) tidak setuju lalu dibubarkan warga".
Fahirin mengatakan, warga menolak karena aktivitasnya karena mereka "mengajakbai'at kepada al-Baghdadi" dan "menafikan pemerintah Indonesia" serta "mengajak orang berangkat ke Irak dan Suriah."
"Sehingga meresahkan warga di sini," katanya.
Ditanya kenapa dirinya kemudian akhirnya menolak aktivitas kelompok pendukung Negara Islam, Fahirin mengatakan, pihaknya berbeda pendapat tentang apa yang harus diperjuangkan terlebih dahulu, yaitu apakah sistem kekhalifahan atau perbaikan umat Islam.
"Jangan dulu (membentuk) kekhalifahan, tapi bagaimana meyakinkan umat pada Tauhid, baru sendirinya nanti perlu terbentuknya kekhalifahan... Jadi tidak negara dulu, lalu baru perbaikan individu. Daulat (negara Islam) itu perangkat saja, bukan pokok. Jangan dibalik," kata Fahirin.
Masjid Darul Islam dan Jamaah Islamiyah
Lebih lanjut Bambang Pranowo mengatakan, dirinya meyakini bahwa jumlah masjid yang telah disusupi oleh kelompok pendukung ISIS "tidak besar".
"Tidak terlalu banyak, tapi ada," katanya. "Kebetulan di Jakarta cukup menonjol, karena jumlah masjid banyak".
Kebanyakan masjid yang disusupi adalah "masjid yang tidak tidak dibawahi Dewan Masjid Indonesia, NU atau Muhammadiyah". "Itu sasaran mereka," tandas Bambang.
Dia menduga, sebagian besar masjid yang digunakan untuk mempropagandakan ISIS berada di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi.
(BBC.com)
(BBC.com)
"Setelah pulang dari Suriah, mereka berkumpul di Jabodetabek," katanya dengan mengutip data BNPT.
Kemudian, "mereka melakukan infiltasi ke masjid yang pengurusnya lemah dari segi keagamaan."
Sementara Najib Azca mengatakan, dukungan diam-diam atau terang-terangan kepada ISIS muncul pula dari masjid-masjid yang dahulunya merupakan basis kelompok Darul Islam dan organisasi Jamaah Islamiyah.
Dukungan itu, menurutnya, juga bermunculan di masjid-masjid "yang baru muncul belakangan dan berkembang tetapi mengadopsi ideologi atau garis pemikiran garis keras dan radikal".
Dia menduga, dukungan itu tidak hanya muncul pada sejumlah masjid di Jakarta, tetapi juga di wilayah lain, walaupun jumlahnya tidak banyak.
"Berapa banyak (masjid), saya tidak tahu. Tapi saya duga tidak banyak. Cuma saja mereka ada, hadir, dan mereka mereproduksi diri dengan berbagai cara, misalnya mencari pengikut baru, seperti bai'at di masjid As- Syuhada," katanya.