Bisa jadi pemerintah akan mengulangi kecerobohan penanggulangan HIV/AIDS pada kasus merebaknya virus Zika... Dikabarkan sebagian besar...
Bisa jadi pemerintah akan mengulangi kecerobohan penanggulangan HIV/AIDS pada kasus merebaknya virus Zika...
Dikabarkan sebagian besar dari 41 orang yang terdeteksi tertular virus Zika adalah pekerja migran (41 Orang Didapati Terinfeksi Virus Zika di Singapura, VOA Indonesia). Singapura menjadi salah satu tujuan utama warga Indonesia untuk bekerja, berbisnis dan melancong. Pemerintah setempat mengatakan sebagian sudah pulih sedangkan yang lain dirawat di rumah sakit setempat.
Selain itu, praktik-praktik pelacuran dan ‘bini simpanan’ di sana banyak melibatkan laki-laki asal Singapura, Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Karena itu, penyebaran virus Zika ke Indonesia menjadi lebih mengancam kita karena hubungan seksual merupakan salah satu cara penularan virus Zika (selain melalui gigitan nyamuk).
Melalui Ministry of Health (MOH) dan National Environment Agency (NEA), Singapura mengumumkan penemuan penduduk yang mengidap virus Zika Mei 2016. Virus terdeteksi pada seorang laki-laki, 48 tahun, yang baru pulang dari Sao Paulo, Brasil, yang memang salah satu negara endemik virus Zika. Laki-laki itu bertandang ke Sao Paulo dari tanggal 27 Maret sampai 7 Mei 2016. Tidak dijelaskan apa faktor risiko atau cara penularan virus tersebut pada laki-laki ini di Sao Paulo. Seperti dilaporkan Harian “The Strait Times” Singapura (13/5-2016), laki-laki itu kemudian diisolasi agar tidak digigit nyamuk sehingga warga di lingkungannya terhindar dari penyebaran virus Zika.
Sayangnya, dalam berita VOA Indonesia tidak dijelaskan cara penularan virus Zika yang merebak di Singapura. Namun, Kementerian Kesehatan Singapura menganjurkan warganya di beberapa kawasan yang warganya terdeteksi mengidap virus Zika agar memeriksakan kesehatan terutama jika ada gejala-gejala terkait infeksi virus Zika, seperti demam, dll.
Dilansir dari NBC News, 20 negara Amerika Latin yang tengah menghadapai masalah virus Zika di antaranya adalah Barbados, Bolivia, Brasil, Kolombia, Ekuador, El Savador, French Guiana, Guadeloupe, Guatemala, Guyana, Haiti, Honuras, Martinique, Meksiko, Panama, Paraguay, Puerto Rico, Saint Martin, Suriname dan Venezuela (life.viva.co.id, 25/1-2016).
Infeksi virus Zika bagi sebagian orang memang hanya berdampak ringan, tapi sangat serius dampaknya terhadap bayi di kandungan. Jika seorang perempuan hamil tertular virus Zika, maka janin bisa mematikan bayi di kandungan atau kepala bayi yang dilahirkan kelak mengecil sebagai kelainan yang disebut microcephaly.
Di Indonesia sendiri virus Zika sudah pernah terdeteksi yaitu pada seorang warga Jambi. Hal ini disampaikan oleh Menkes Nila F Moeloek. Nila juga mengatakan sudah memeriksa ratusan orang tapi tidak ada yang tertular virus Zika (tempo.co, 3/2-2016).
Tentu saja pemerintah tidak bisa menjadikan pemeriksaan terhadap ratusan orang tersebut sebagai pijakan bahwa virus Zika tidak akan merebak di Indonesia.
Pertama, sampel yang dites virus Zika itu bisa saja penduduk yang tidak sering bepergian ke luar negeri, terutama ke negara-negara dengan kasus virus Zika yang besar.
Kedua, jika tidak diantisipasi, apalagi ada mobilitas warta Singapura ke Indonesia dan sebaliknya, bisa jadi bumerang di kemudian hari karena selain melalui gigitan nyamuk virus ini juga menular melalui hubungan seksual yang tidak aman yaitu tidak memakai kondom.
Ketiga, ada kemungkinan ‘nasib’ pengidap virus Zika akan sama dengan pengidap HIV/AIDS karena ada kesamaan cara penularan. Pada kasus HIV/AIDS penularan melalui hubungan seksual selalu dikaitkan dengan pelacuran, zina, perselingkuhan, dll., walaupuan hal ini tidak benar.
Maka, amatlah beralasan kalau kemudian pemerintah menjalankan program pencegahan di hulu yaitu menerapkan seks aman pada praktek pelacuran yang melibatkan warga Singapura di Riau dan Kepuluan Riau. Cewek-cewek dari Indonesia pun ada yang ‘bekerja’ sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Singapura secara gelap.
Tentu saja pembelakan kepada tenaga kerja Indonesia (TKI), terutama tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di Singapura agar mereka melindungi diri agar tidak tertular virus Zika.
Yang dikhawatirkan pemerintah akan memakai budaya, moral dan agama sebagai ‘benteng’ mencegah penyebaran virus Zika seperti halnya terhadap HIV/AIDS. “Bangsa kita berbudaya, bermoral tinggi, dan agamis.”
Jargon-jargon itulah dahulu yang dikumandangkan oleh banyak kalangan, termasuk pejabat setingkat menteri, untuk menampik kemungkinan HIV/AIDS merebak di Indonesia. Soalnya, semua bangsa dan negara di muka bumi ini mempunyai budaya, moral dan keyakinan.
Apa yang terjadi kemudian terkait dengan HIV/AIDS?
Dengan jumlah kasus kumulatif yang mendekati angka 300.000, tepatnya 276.511 per 31 Maret 2016, Indonesia menjadi negara ketiga di Asia setelah Cina dan India sebagai negara yang paling cepat pertambahan kasus HIV/AIDS. Dana APBN tersedot untuk membeli obat antiretroviral (ARV), penanggulangan HIV/AIDS pun mangkrak karena tidak ada lagi donor asing yang memberikan ‘sedekah’ untuk penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.
Akankah pemerintah akan mengulangi kecerobohan yang sama pada penanggulangan penyebaran virus Zika? Kita tunggu langkah konkret pemerintah mencegah penyebaran virus Zika di Indonesia. ***