Abdul Haris Nasution (Pak Nas) lahir di Huta Pungkut, Kecamatan Kotanopan, Tapannuli Selatan, pada tanggal 3 Desember 1918. Jenderal ...
Abdul Haris Nasution (Pak Nas) lahir di Huta Pungkut, Kecamatan Kotanopan, Tapannuli Selatan, pada tanggal 3 Desember 1918. Jenderal lulusan KNIL atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung pada tahun 1940-1942 merupakan ahli perang Gerilya Dunia. Dari pengalamannya memimpin peperangan dalam negeri Pada masa Agresi Militer I Belanda, pasukan TNI menggunakan strategi linear. Begitu pula pasukan Siliwangi yang dipimpinnya, mereka menggunakan strategi dan taktik ini. Namun pada kenyataannya pertahanan linear yang digunakan oleh pasukan TNI, dengan mudah dapat diterobos oleh Belanda. Dari pengalamannya tersebut kemudian ia belajar taktik gerilya.
Pak Nas berpendapat, penyerbuan pasukan Belanda tidak mungkin ditahan, paling banyak hanya memperlambat pergerakan saja. Untuk menghadapi perlawanan ini, maka diterapkan perang gerilya. Taktik perang gerilya ini disusun Pak Nas karena menyadari jika tentara kita dengan persenjataan dan strategi yang konvensional (bertempur secara langsung di medan perang), tidak akan mampu menghadapi Belanda. Untuk menghadapi serangan Belanda, perlu dibuat kantong-kantong gerilya. Dengan konsep tersebut maka dibentuklah Wehrkreise (daerah pertahanan) untuk menghadapi tentara Belanda yang lebih kuat persenjataannya.
Untuk merealisasi pendapatnya tersebut, menurut Nasution diperlukan syarat-syarat, yaitu: membentuk pemerintahan militer gerilya sampai tingkat terendah di kelurahan/desa, melaksanakan politik non-kooperasi dan non-kontrak yang tegas, Serta me-wingate-kan atau menginfiltrasikan pasukan-pasukan ke daerah pendudukan Belanda di Jawa khususnya dan di daerah seberang (luar jawa) pada umumnya. Gagasannya tentang perang gerilya dituangkannya dalam buku “Strategy of Guerilla Warfare”. Karya ini menjadi buku wajib Akademi Militer di sejumlah negara.
Selain sebagai konseptor perang gerilya, Pak Nas juga menyusun strategi Perang Teritorial. Konsep Perang Teritorial ini sejak tahun 1960 resmi digunakan perang TNI AD sebagai doktrin pertahanan nasional. Konsep ini tidak hanya menyiapkan tentara berperang, namun juga melancarkan gerakan non-militer untuk merebut hati dan pikiran rakyat. Doktrin perang teritorial terbukti sangat efektif membendung penyebaran politik PKI dan memadamkannya.
Jenderal Nasution dikenal sebagai pengarang buku produktif. Dia banyak menulis buku di antaranya 11 jilid buku Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Bukunya Pokok-Pokok Gerilya diterjemahkan ke berbagai bahasa asing. Konon, Vietcong belajar dari buku Nasution saat perang melawan Amerika Serikat di Vietnam. Nasution juga menulis memoar berjudul Memenuhi Panggilan Tugas sebanyak 8 jilid. Nasution meninggal dunia pada 5 September 2000. Jenazahnya dimakamkan di TMP Kalibata.
Tahukah anda jika buku berjudul “Strategy of Guerrilla Warfare” karangan Jenderal Besar Abdul Haris Nasution itu betul-betul luar biasa dampaknya. Salah satunya adalah ketika terjadi perang Vietnam (1957 – 1975). Perang selama 18 tahun itu telah membuat tentara Amerika Serikat (AS) yang notabene sangat kuat pada Perang Dunia (PD) ke-II dibuat kalang kabut oleh tentara Vietnam Utara (NVA) dan milisi Vietcong (VC). Meski ditunjang dengan teknologi persenjataan yang super canggih saat itu, yaitu dengan penggunaan rudal air-to-air, namun tentara Amerika Serikat benar-benar dibuat tak berdaya oleh NVA dan VC yang menerapkan “Taktik Gerilya”.
Dihimpun dari sejarahtni.org dan berbagai sumber