Sebuah prototype kursi roda berteknologi Electro-Encephalo-Graphy (EEG) yang belum diberi nama dan dibuat peneliti Lembaga Ilmu Pengetahu...
Sebuah prototype kursi roda berteknologi Electro-Encephalo-Graphy (EEG) yang belum diberi nama dan dibuat peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini, dapat digerakkan hanya dengan pikiran. Bagaimana bisa, kursi roda itu digerakkan hanya dengan pikiran?
Hal itu bis terjadi karena ada beberapa komponen penting pada kursi roda ini. Pertama adalah elektroda penangkap sinyal dari otak yang terpasang pada penutup kepala (kupluk) yang jumlah totalnya ada 32 elektroda.
Otak memiliki sinyal. Namun sinyal otak hanya memiliki tegangan kurang dari 60mV (60 mikrovolt) sehingga harus diperkuat agar cukup untuk menggerakkan sebuah benda. Di bagian belakang kursi roda terdapat perangkat untuk memperkuat sinyal (amplifier) yang diperoleh dari 32 elektroda dari sinyal otak.
Data sinyal yang telah diperkuat amplifier itu kemudian masuk ke komputer. Sebuah aplikasi khusus yang dikembangkan oleh LIPI kemudian digunakan untuk mengekstraksi sinyal dan mengidentifikasi sinyal tersebut.
“Tujuan ekstraksi sinyal untuk mengetahui ciri sinyal yang dibutuhkan, berapa frekuensinya, berapa amplitudonya,” kata Muhammad Agung, peneliti Balai Pengembangan Instrumentasi yang terlibat pembuatan kursi roda berteknologielectroencephalography (EEG) ini.
Sinyal yang terpilih kemudian dikirim ke bagian pengontrol (controller). Pengontrol inilah yang kemudian memerintahkan kursi roda untuk bergerak melalui sensor gerak dibawah kursi roda dan penggerak yaitu motor dan roda.
Seperti apa rasanya menggerakkan sesuatu dengan pikiran? Ternyata tak mudah. Seorang wartawan dari Kompas.com telah mencobanya. Ia harus membayangkan bergerak ke kanan dan kiri.
Namun walaupun hal itu sudah dibayangkan, ternyata bagi pemula, kursi roda EEG buatan LIPI ini kadang tak bergerak dengan tepat.
Maka, untuk membantu stimulasi otak dengan lebih mudah supaya kursi roda dapat bergerak dengan sendirinya, sebuah gambar ditayangkan pada laptop. Gambar itu sederhana, hanya ada kotak di bagian kanan, kiri, atas, dan bawah.
“Ada teknologi yang benar-benar hanya menggunakan pikiran. Namun, itu susah. Jadi, kita gunakan bantuan visual untuk menggerakkan dengan tepat. Ini hanya sebagai pancingan,” kata Agung.
Nah, untuk bergerak maju, maka pengendali harus menatap kotak bagian atas. Setelah fokus menatap, akhirnya kursi roda benar-benar bisa bergerak maju.
Itu artinya sinyal otak yang lemah hanya sekitar 60 milivolt, mulai terpancar. Kemudian pancaran sinyal itu diterima oleh elektroda di penutup kepala. Lalu elektroda mengubahnya menjadi energi listrik yang lemah. Kemudian dikuatkan oleh amplifier yang ada dibelakang kursi roda.
Setelah sinyal yang berupa listrik itu dibesarkan, lalu diekstrasi untuk kemudian masuk ke dalam perangkat komputer dan diolah oleh aplikasi (software) yang terhubung ke sensor gerak lengkap dengan motor yang berada dibawah kursi roda.
Setiap sisi bagian kepala manusia memancarkan sinyal yang berbeda ketika kita berpikir untuk maju atau mundur, belok ke kanan atau ke kiri. hal inilah yang kemudian menggerakkan sensor motor pada kursi roda sesuai data yang sudah terprogram. (sumber & foto: Kompas, Detik)