Our greatest treasure is not natural possessions or money, but is that which is hidden deep within our own subconscious. It is that dark, un...
Our greatest treasure is not natural possessions or money, but is that which is hidden deep within our own subconscious. It is that dark, unused part of our self that is, in fact, light that is unconscious of itself.
~ Carl Jung
Menurut kajian sains yang paling mutakhir,sedikitnya 97% dari DNA kita,dianggap sebagai “sampah” DNA; sementara yang 3% sisanya dianggap sebagai tempat bermukimnya kode-kode informasi yang "valid" di dalam sistem tubuh kita.Bahkan seorang astronom Carl Sagan pernah berkata bahwa 97% dari DNA yang tidak digunakan itu dianggap sebagai “omong kosong genetika”.
DNA yang 97% itu sesungguhnya bukanlah sampah, juga bukannya tidak dapat digunakan. Melainkan karena sains yang kita kenal saat ini belum sepenuhnya dapat membongkar kandungannya.Bagian yang tidak terpakai dari DNA tersebut dianggap mengandung informasi tentang kehidupan masa lalu kita,yaitu apa yang dikenal dengan Akashic Records; yang tersimpan dalam format holografik; di mana sains hingga saat ini belum mampu menterjemahkan dan memecahkan kodenya.
Dalam struktur DNA yang kita kenal saat ini, kita memiliki dua untai DNA yang dapat terlihat.
Menurut ajaran Esoterik, dua untai DNA yang pertama adalah untaian fisik, sementara yang sepuluh untai lainnya adalah DNA Spiritual.Beberapa untaian itu diantaranya ; Pasangan 4 yang dikenal dengan DNA Anima berisi semua urusan karma dan dharma,Pasangan 5 yang dikenal dengan DNA Astral yang berisi semua hal yang berurusan dengan elektromagnetis dan kaitannya dengan medan magnet matahari dan bumi tempat kita berasal.dan Pasangan 6 yang dikenal dengan DNA Kosmik atau Sistemik tempat penyimpanan potensial untuk semua yang berkaitan dengan urusan penciptaan dan penciptaan ulang,disinilah tempat dimana semua keajaiban bisa kita ciptakan …! Pada umumnya DNA Spiritual ini bermuatan obsesi (impian,cita-cita,dendam,kebencian,dll) dari leluhur kita yang terbawa di dalam darahnya,yang kemudian mengendap dan diturunkan kepada anaknya,menurun kepada cucunya dan begitu seterusnya.
DNA Spiritual ini dipengaruhi atau terpengaruh oleh aktifitas spiritual yang sering kita lakukan,baik disadari maupun tidak.
Salah satu aktifitas spiritual yang bermanfaat dan berguna bagi kita diantaranya adalah dengan mengirimi do’a untuk para leluhur.Maka dengan mengirim do’a untuk para leluhur itu sama artinya dengan kita memperbaiki DNA yang ada di dalam diri kita sendiri.Praktek-praktek spiritual yang dilaksanakan dengan sepenuh hati pada gilirannya juga akan mempengaruhi DNA itu juga.Tehnik yang mungkin paling baik untuk mempengaruhi DNA agar menjadi positif dan mendukung keinginan kita adalah dengan meditasi afirmatif.Yaitu meditasi di mana kita bisa memprogram DNA itu agar sesuai dengan tujuan hidup kita dan selaras dengan keinginan leluhur kita.
Menurut sabdalangit.wordpress.com:
Banyak cara bisa ditempuh. Antara lain sebagai berikut :
1.Sering mendoakan beliau, dengan doa akan terjalin tali rasa. Namun doa akan lebih mantab bila tidak hanya dilakukan dari rumah. Cara ini cenderung mengambil jalan yang paling mudah. Nilai keprihatinannya masih rendah, sebab perjuangan dan usaha dalam perbuatan nyata belum termanifestasikan.
2.Agar mendapat tataran “laku” prihatin yang lebih tinggi hendaknya jangan segan atau sungkan mengunjungi makam beliau. Tidak sekedar mengunjungi saja, namun rawatlah, bersihkan, rapikan, dan akan lebih bagus bila ditaburi bunga supaya tampak indah, terasa wangi, segar, tidak serem, dan tidak seperti kuburan binatang.
3.Setelah itu doakan supaya amal kebaikan diterima di sisi Tuhan YME, segala kesalahan mendapatkan ampunan. Tempatkan beliau dalam tempat kemuliaan sejati, lepaso parane jembaro kubure.
4.Perlu diugemi, jika anak turun mengabaikan beliau, jangan berharap akan dijangkung dan dijampangi. Mohon doa restunya, sebagaimana anda mohon doa restu kepada orang tua, kakek-nenek, eyang, embah, kaki-nini anda sendiri yang masih hidup. Perasaan anda jangan anggap sebagai orang sudah mati, anggap saja para leluhur tak ubahnya sebagai orang masih hidup, dan memang beliau tetap hidup di dalam kehidupan yang sejati.
5.Lakukan ziarah, merawat makam, menabur bunga (nyekar) dan mendoakan langsung di makam beliau secara berkala, terutama di saat hari-hari besar keagamaan, dan pada saat anda akan melaksanakan suatu pekerjaan dan tugas-tugas besar atau berat.
Ada juga beberapa cara yang biasa dilakukan para pendahulu kita misalnya sbb :
1.Pada saat-saat tertentu misalnya malam selasa kliwon, jumat kliwon, jumat legi, dilakukan tirakat di rumah, sesirih (tidak melakukan hub seks), maneges/mohon doa, bersyukur. Malam selasa kliwon dan jumat kliwon adalah hari besar dan agung bagi alam gaib secara umum, namun KHUSUS untuk LELUHUR yakni MALAM JUMAT LEGI. Maka biasanya bagi anak turun yang melakukan tirakat agar mendapat berkah dari para leluhurnya sendiri dipilih malam jumat legi untuk “laku prihatin” dan maneges.
2.Adapun uborampe yang biasa digunakan bunga setaman diletakkan di dalam rumah atau di luar rumah. Membuat kopi dan teh tubruk di cangkir atau gelas tak perlu ditutup.
3.Membersihkan rumah, membuang sampah-sampah terutama yang ada di dalam rumah.
4.Mengenakan minyak atau wangi-wangian. Khusus untuk leluhur bangsa Arab biasanya menggunakan minyak jakfaron, hajar aswad, kesturi dsb. Untuk tradisi Jawa biasa menggunakan minyak cendana, melati, kantil dan sejenisnya. Ubo rampe ini sekedar instrumen untuk memperkuat tali rasa.
Ilmu sejati atau kajaten tidak ada yang “gratis” artinya harus melalui “laku” prihatin atau laku perbuatan sehari-hari. Misalnya tapa ngrame, giat membantu atau menolong sesama dengan tulus tanpa pamrih macam-macam. Jika dianggap sudah cukup laku-nya, pada gilirannya anugrah besar pasti akan datang menghampiri. Yang penting harus lebih sabar lagi, lebih tulus, dan jangan sampai menggerutu !
Hanya saja syaratnya ada tiga ;
1.Selalu bersedia menghidupi/membantu/menolong sesama dengan segenap kebisaan anda.
2.Lakukan dgn ikhlas/tulus penuh kasih sayang sesama makhluk Tuhan.
3.Jangan sampai grenengan, grundelan, ngedumel pada saat mengalami kesulitan.
Ketiga syarat itu menjadi rangkaian “laku” prihatin yakni “topo ngrame” : rame dalam membantu/menolong sesama, sepi dalam berpamrih imbalan. Dengan dua syarat itu suatu saat anda akan mencapai tataran hidup ; bukan lagi mencari uang, tetapi dicari uang. Semakin banyak membantu sesama, semakin besar pula pintu rejeki terbuka. Sehingga rejeki tiada pernah habis. Jika habis pun umpama langkah mundur untuk ancang-ancang, selanjutnya justru meloncat jauh ke depan.